Ekspor Kelapa Bulat Apakah Menguntungkan.?

Ekspor Kelapa Bulat Apakah Menguntungkan.?
Ket foto: Ilustrasi

OPINI - Keputusan dan harapan agar pintu ekspor tetap dibuka seakan satu-satunya cara agar harga jual kelapa bisa stabil dan melambung tinggi.

Seakan menemukan jalan buntut, dalam artian ketidakmampuan mencarikan solusi atau alternatif untuk kesejahteraan masyarakat petani kelapa.

Lalu pertanyaannya, apakah dengan dibukanya kran/pintu ekspor kelapa bulat menguntungkan masyarakat petani, atau merugikan.?

Semenjak pintu ekspor terbuka lebar, memang masyarakat petani Inhil menikmati hasil jual kelapa mereka. Harga jual kelapa bersaing di pasar global.

Dibandingkan dengan satu tahun lalu harga 1kg kelapa setara dengan harga 1 butir kue gembung. Puluhan tahun masyarakat petani merasakan kesengsaraan secara ekonomi. 

Namun, seperti informasi yang dimuat di media online, dampak dari ekspor kelapa menimbulkan efek domino terhadap harga jual kelapa parut/santan dipasaran.

Santan di pulau Jawa harganya mencapai Rp15.000/kg, sedangkan di Pekanbaru, 22.000-30.000/kg, dan di Tembilahan dikabarkan mencapai 35.000/kg.

Begitu juga terjadinya kelangkaan pasokan bahan baku yang dihadapi industri pengolahan kelapa lokal, yang akan berdampak kepada pengurangan tenaga kerja/PHK.

Terjadinya inflasi dan PHK besar-besaran.

Dampak yang sangat besar adalah, kerugian kehilangan bahan mentah akibat dijual ke luar negara.

Tahukah kita bahwa buah kelapa merupakan bahan baku yang dihasilkan dari keringat petani, jika diolah menjadi produk di negeri sendiri, kita bisa menjadi produsen mandiri.

Ya, hilirisasi seperti pengolahan kopra hingga produk-produk turunan yang bernilai. Contohnya, nata de coco, gula kelapa, briket, berbagai produk kosmetik, dan tekstil. 

Tujuannya adalah untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja baru, dan membuka peluang pasar yang lebih luas. 

Intinya hilirisasi berkontribusi pada peningkatan pendapatan masyarakat, pertumbuhan ekonomi lokal, dan kemajuan industri nasional. 

Artinya, negara kita sebagai produsen, tidak melulu menjadi konsumen. Kata kritikus sosial, masyarakat Indonesia saat ini hanya sebagai konsumtif.

Maka dari itu, dibutuhkan investor yang mampu mendirikan perusahaan/industri kelapa selain dari perusahaan berlogo segitiga agar harga jual kelapa bisa bersaing.

Tapi kami takut di jajah di negeri sendiri, hasil pertanian kami tidak dihargai akibat dimonopoli. Akibat tidak adanya standarisasi harga jual kelapa bulat dari pemerintah.

Jika dikaji ekspor kelapa memang tidak begitu menguntungkan bagi negara berkembang. Tapi ini pilihan, akibat ketidakmampuan negara kita memproduksi bahan baku. Seperti minyak mentah.

Maka dari itu kami masyarakat petani memilih dan meminta kepada Kemenperin untuk membuka kran ekspor, dan membatalkan surat usulan moratorium ekspor kelapa.

Namun kami masyarakat berharap kepada Pemda agar ekspor kelapa bukan tujuan akhir, tapi pintu menuju kesejahteraan masyarakat petani, mempertahankan harga jual kalapa yang layak.

Untuk sementara tidak apa-apa bahan baku hasil keringat petani kami di ekspor ke luar negeri, diolah di luar negeri, sembari pemerintah mendatangkan investor besar yang memang berpihak kepada petani.

Juga berharap ke Kemenperin menetapkan harga bahan baku yang layak atau menetapkan standarisasi harga jual kelapa agar industri dan petani bisa sama-sama sejahtera.

Penulis: DaudMNur

(Tulisan ini hanya opini pendapat penulis)

#Ekonomi

Index

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index