TEMBILAHAN - Bupati Indragiri Hilir (Inhil), H Herman, menegaskan pembangunan tidak boleh lagi terhambat oleh birokrasi yang lamban dan praktik yang tidak akuntabel.
Hal tersebut ditegaskannya saat menggelar rapat evaluasi pembangunan didampingi Sekretaris Daerah, H Tantawi Jauhari dihadiri seluruh pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
"Pembangunan tidak boleh lagi terhambat oleh birokrasi yang lamban," kata H Herman, Senin (20/10/25) lalu.
Bupati menegaskan kembali komitmennya terhadap dua prinsip utama dalam pembangunan Inhil yang lebih baik, kecepatan dan transparansi. Penegasan tersebut agar OPD mampu melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
Salah satu terobosan yang ditekankan H Herman adalah kerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Bagi Kepala OPD yang berkenerja buruk akan dievaluasi.
Setiap proyek strategis, seperti pembangunan Islamic Center, Pasar Trapong, dan Dermaga Plengsengang, wajib diekspos dan dibahas secara terbuka di depan BPKP dan konsultan terkait.
Langkah ini bukan hanya formalitas, tetapi sebuah mekanisme kontrol untuk mencegah praktik mark-up anggaran dan mendorong efisiensi.
"Pada saat ekspos ini, kita akan diskusi apakah terjadi mark-up di angka tersebut atau justru ada ruang untuk efisiensi. Pengalaman di kabupaten/kota lain menunjukkan banyak yang bisa dioptimalkan," ujar Bupati.
Pendekatan ini menempatkan Inhil sebagai daerah yang berani membuka diri terhadap pengawasan, guna memastikan setiap rupiah uang rakyat digunakan secara optimal dan bertanggung jawab.
EFISIENSI ANGGARAN DAN TANTANGAN PENYERAPAN
Komitmen transparansi harus diimbangi dengan kecepatan eksekusi di lapangan. Data yang disajikan dalam rapat memperlihatkan sebuah paradoks yang memprihatinkan: realisasi fisik proyek DAK (Dana Alokasi Khusus) sudah mencapai 73,81%, tetapi realisasi keuangannya baru 18,32%.
"Artinya, pekerjaan fisik telah berjalan, namun penyaluran dana tertinggal jauh," ungkapnya.
Bupati menyoroti hal ini dengan nada gusar. Beberapa proyek, seperti di RSUD Puri Husada dan RSUD Raja Musa, menunjukkan realisasi keuangan 0% atau sangat rendah, meski fisiknya hampir atau bahkan sudah 100%.
"Saya bilang, kalau proyeknya tak kunjung dicairkan, batalkan saja. Segala konsekuensi itu tanggung jawab pimpinan OPD," tegasnya.
Kondisi ini tidak hanya menghambat pembangunan, tetapi juga berisiko menjatuhkan kredibilitas Inhil di mata kementerian pusat, yang dapat berimbas pada sulitnya memperoleh dana serupa di masa depan.
AKUNTABILITAS PIMPINAN OPD SEBAGAI UJUNG TOMBAK
H Herman menegaskan bahwa kinerja pimpinan OPD diukur dari kemampuan mereka secara aktif "menjemput bola." Di tengah wacana bahwa dana DAK mungkin akan digantikan oleh dana impres, sikap pasif adalah sebuah kemewahan yang tak lagi dapat ditolerir.
"Instansi mana yang sering ke Jakarta untuk mencari dana? Itu tolak ukur saya. Jangan bermimpi memiliki Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) yang banyak jika tidak untuk tujuan yang produktif," pesannya.
Esensinya jelas, kepemimpinan yang akuntabel adalah tentang inisiatif, keberanian mengambil risiko, dan komitmen untuk menyelesaikan tugas, bukan sekadar menempati jabatan.
SEBUAH PERINGATAN DAN HARAPAN
Rapat evaluasi ini bukan sekadar rutinitas, melainkan sebuah momen introspeksi dan koreksi kolektif. Peringatan Bupati agar tidak menumpuk pengajuan belanja di akhir tahun (TB - Tambahan Belanja) adalah sinyal bahwa pola kerja "business as usual" harus diakhiri.
Pembangunan Inhil berada pada titik yang krusial. Di satu sisi, pemerintah daerah telah menyiapkan kerangka transparansi yang kuat dengan melibatkan BPKP. Di sisi lain, hambatan birokrasi dan mentalitas "takut cairkan dana" di level OPD masih menjadi batu sandungan.
Komitmen untuk menandatangani kontrak baru pada 2 Januari mendatang harus dijadikan momentum untuk membuktikan bahwa Inhil tidak hanya siap dengan rencana, tetapi juga lincah dalam eksekusi.
"Hanya dengan sinergi antara transparansi, kecepatan, dan akuntabilitas kepemimpinan, pembangunan Inhil dapat benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat." Tutupnya.