PEKANBARU - Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Riau periode 2019-2024, Syahril Abu Bakar dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dana hibah yang merugikan negara lebih dari Rp1,4 miliar. Atas hal itu, dia divonis 6 tahun penjara, 2,5 tahun lebih rendah dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Vonis disampaikan majelis hakim yang diketuai Delta Tamtama pada sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Selasa (29/7). Selain Syahril, vonis juga dibacakan terhadap terdakwa lainnya, Rambun Pamenan, mantan Bendahara PMI Riau.
"Kedua terdakwa hadir langsung di ruang sidang," ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pekanbaru, Silpia Rosalina saat dikonfirmasi melalui Kepala Seksi (Kasi) Tindak Pidana Khusus (Pidsus), Niky Junismero.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan kedua terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Hal itu sesuai dengan tuntutan JPU.
"Terdakwa Syahril Abu Bakar putus 6 tahun, denda Rp300 juta subsidair 3 bulan kurungan, dan UP (uang pengganti,red) sebesar Rp1.448.458.002 subsidair 2 tahun penjara," sebut Niky.
"Sementara Rambun, putus 5 (tahun), dan denda Rp300 juta subsidair 3 bulan kurungan," sambung mantan Kepala Cabang Kejari (Cabjari) Natuna di Tarempa.
Atas putusan itu, para terdakwa menyatakan pikir-pikir. Hal yang sama juga disampaikan JPU. "Kita pikir-pikir juga," tegas Niky.
Sebelumnya, JPU menuntut Syahril Abu Bakar dengan pidana penjara selama 8,5 tahun dan denda Rp300 juta subsidair 3 bulan kurungan. Dia juga dituntut membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp1.448.458.002 subsidair 4 tahun penjara.
Sementara Rambun Pamenan dituntut 7,5 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Dalam dakwaannya, JPU mengungkapkan bahwa dugaan korupsi terjadi dalam kurun waktu 2019 hingga 2022. Selama periode itu, PMI Riau menerima dana hibah sebesar Rp6,15 miliar, yang seharusnya digunakan untuk program-program kemanusiaan sesuai Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). Dana tersebut dialokasikan untuk belanja rutin, pengadaan barang, pemeliharaan inventaris, perjalanan dinas, hingga publikasi.
Namun, dana itu justru disalahgunakan oleh Syahril dan Rambun untuk kepentingan pribadi. Modus yang digunakan antara lain membuat nota pembelian fiktif, melakukan mark-up harga, serta menyusun kegiatan yang tidak pernah direalisasikan.
Bahkan, terdapat pemotongan dana yang seharusnya diterima oleh pihak yang berhak, seperti gaji pengurus dan staf markas PMI Riau yang tidak bekerja.
Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau, negara mengalami kerugian sebesar Rp1.448.458.002 akibat perbuatan para terdakwa.