PEKANBARU - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan dua terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi penerbitan sertifikat hak milik (SHM) yang merugikan negara Rp1,7 miliar. Atas hal itu, keduanya dituntut pidana penjara.
Dua terdakwa itu adalah Abdul Karim, juru ukur di Kantor Pertanahan/BPN, dan Zaizul, Lurah Pangkalan Kasai, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu). Keduanya menghadapi sidang dengan agenda tuntutan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (4/9).
Tuntutan pidana dibacakan Jaksa Muhammad Fadil Abdil. Dalam amar tuntutannya menyatakan kedua terdakwa bersalah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
"Menuntut agar terdakwa Abdul Karim dihukum pidana penjara selama 4 tahun dan terdakwa Zaizul selama 1 tahun 6 bulan penjara,” kata Jaksa Muhammad Fadil.
Selain itu, keduanya juga dituntut membayar denda masing-masing Rp100 juta. Apabila tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Atas tuntutan JPU, kuasa hukum terdakwa menyatakan akan mengajukan pembelaan (pledoi). Majelis hakim yang dipimpin Jonson Parancis kemudian menunda sidang hingga pekan depan.
Dalam dakwaan JPU disebutkan, korupsi yang dilakukan kedua terdakwa terjadi pada 2015-2016. Kasus bermula saat Martinis (almarhum) mengajukan pembuatan SHM atas tanah seluas 23.073 meter persegi di Kelurahan Pangkalan Kasai, Kecamatan Siberida.
Terdakwa Abdul Karim, selaku petugas ukur, tidak melakukan pemeriksaan peta pendaftaran atau peta dasar pada lokasi yang dimohon secara menyeluruh. Ia juga mengetahui di sekitar bidang tanah tersebut terdapat lahan milik Pemerintah Kabupaten Inhu. Namun, sebelum pengukuran, Karim tidak menetapkan batas-batas bidang tanah sebagaimana mestinya.
Saat melakukan pengukuran, Karim mengetahui sempadan yang diajukan Martinis berbeda dengan alas hak yang digunakan sebagai dasar permohonan. Meski demikian, ia tetap melakukan pengukuran tanpa memastikan kebenaran legalitas sempadan maupun status tanah.
Karim hanya berpatokan pada pengakuan pihak sempadan yang ditunjuk pemohon, tanpa bukti kepemilikan maupun dokumen resmi. Hasil pengukuran itulah yang kemudian menjadi dasar penerbitan peta bidang tanah.
Peta tersebut seharusnya diperiksa kembali oleh terdakwa Zaizul, selaku Panitia A sekaligus Lurah Pangkalan Kasai. Namun, Zaizul tidak meneliti data yuridis tanah secara lengkap, dan juga tidak melakukan pemeriksaan lapangan. Padahal, ia mengetahui di sekitar lokasi terdapat tanah milik Pemkab Inhu.
Akibat perbuatan kedua terdakwa, Martinis memperoleh SHM atas bidang tanah yang sesungguhnya merupakan aset tetap milik Pemkab Inhu. Lahan tersebut sebelumnya dibeli pada 2003 dari Abdul Rivaie Rachman dan tercatat dalam KIB-A.
Kasus ini terbongkar ketika Pemkab Inhu hendak membaliknamakan sertifikat tanah untuk pembangunan pasar di Kecamatan Siberida. Saat itu diketahui lahan yang hendak digunakan ternyata sudah terbit SHM atas nama Martinis.
Perbuatan kedua terdakwa mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp1.701.450.000, berdasarkan hasil audit Inspektorat Daerah Kabupaten Indragiri Hulu.